Jadi suatu ketika Doni bertemu seorang temannamanya Amin. Amin merupakan mahasiswa Biologi di Universitas X. Setiap malam, Amin selalu mengulang mata kuliah yang dipelajarinya di kampus. Amin belajar dari malam sampai pagi. Alhasil, nilai yang didapatkannya di kampus pun memuaskan dan membanggakan. Jadilah si Amin dijuluki dengan “tuhan” Biologi oleh teman-teman kampusnya.

Di lain fakultas, Doni mempunyai teman bernama Budi. Budi merupakan mahasiswa Ilmu Ekonomi di universitas yang sama seperti Doni dan Amin. Ternyata, Amin dan Budi saling mengenal karena mereka datang dari kampung yang sama. Alhasil, ketika Doni mengajak Amin untuk bertemu Budi, mereka berdua sudah tidak canggung dan bercengkrama satu sama lain.

Budi pun sama dengan Amin. Dia belajar banyak hal mengenai Ekonomi, baik Ekonomi makro maupun Ekonomi mikro. Selain belajar, Budi juga menyempatkan diri berorganisasi, mengikuti kepanitiaan, serta mengikuti berbagai perlombaan di bidangnya. Dia dijuluki “sang ahli” oleh teman-temannya.

Doni sendiri merupakan mahasiswa Kimia yang tidak terlalu mengerti mengenai Biologi dan pengetahuannya tentang Ekonomi juga sangat dasar.

Suatu saat, Doni mengajak Budi dan Amin untuk bertemu. Sekedar ngobrol dan bertukar pikiran di selasar gedung IX Fakultas Ilmu Budaya. Awalnya, seperti biasa mereka mengobrol mengenai kesibukan mereka, mengenai kuliah mereka yang hampir memasuki semester 5, serta mengenai kehidupan di departmen mereka masing-masing. Yah, obrolan biasa yang dilontarkan ketika bertemu seorang teman.

Lalu tiba-tiba, spontan Budi bertanya kepada Amin mengenai salah satu sub tema mata kuliah Biologi. Anggap saja mengenai biodiversitas.

Budi mengklaim bahwa penebangan hutan tidak akan menyebabkan biodiversitas rusak. Baginya, penebangan hutan bertujuan baikuntuk menumbuhkan kembali hutan tersebut dengan spesies baru yang dapat menghasilkan profit yang lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan pohon-pohon yang ada di hutan saat ini.

Amin mengerutkan dahi. Dari segi Ekonomi, mungkin memang benar lahan tersebut dapat menghasilkan profit yang lebih besar. Namun dari segi Biologi, itu tetap saja merusak biodiversitas. Spesies yang ditanami pada lahan tersebut adalah spesies yang sama, yang akan dipanen tiga bulan atau empat bulan setelahnya tanpa adanya keanekaragaman lain yang muncul. Itu sama saja dengan merusak ekosistem, jenis, dan gen pohon sebelumnya.

Budi keukeh dengan pernyataannya sambil mencoba menjelaskan dengan konsep ekonomi yang Doni dan Amin tak mengerti. Dia menambahkan, bahwa nilai ekonomis jauh lebih penting untuk warga negara saat ini. Untuk apa ada biodiversitas, jika  warga negara tak bisa merasakan manfaatnya secara nyatasecara ekonomis dapat dinikmati hasilnya. Biodiversitas adalah konsep yang salah total, tutup Budi.

Untuk pertama kalinya, Amin geram dengan perilaku Budi. Budi telah mengklaim suatu konsep salah, padahal konsep tersebut adalah pasti dan tidak dapat diganggu gugat. Bagaimana bisa Budi mengatakan sesuatu yang berdampak buruk sebagai suatu kebenaran? Sudah jelas-jelas dilarang? Terlebih, Budi bukanlah seorang yang mumpuni dalam bidang tersebut.

Dengan amarahnya, Amin meninggalkan Budi. Doni yang tidak mengerti memilih diam dan meninggalkan Budi sendirian—mengikuti Amin.

Begitulah hari itu berlalu tanpa menemukan jalan keluar.

Doni tidak pernah mengajak keduanya bertemu kembali. Bagi Doni, itu sama saja seperti menaruh bom kecil diantara keduanya. Tapi sebenarnya...

Amin pantas marah. Budi, bukan seorang Biologi tapi berbicara seolah-olah Budi mengerti Biologi. Amin pantas geram, Budi mencoba membenarkan sesuatu yang sudah jelas-jelas salah. Bahkan Amin pun pantas untuk mendebatkannya, karena Budi mencoba mempengaruhi orang lain untuk memiliki pola pikiran sama seperti dirinya.

Tapi, Amin memilih pergi. Karena baginya, Budi dan pola pikirnya tak bisa dilawan hanya dengan kata-kata.

Doni menyesali “diam” yang dilakukannya. Doni sadar, seorang ahli sekalipun tak pantas berbicara sesuatu, terkhusus mengenai bidang yang tak diahlikannya. Bagaimana jika suatu saat terjadi, seorang ahli kimia menggantikan seorang jaksa dan mengklaim bahwa seseorang bersalah? Seorang ahli kimia bukan jaksa yang mempelajari berbagai hukum negara dan mengerti mengenai pasal-pasal dalam UUD 1945.

Begitupun Budi. Julukannya adalah “sang ahli” Ekonomi, maka harusnya Budi cukup berbicara “sombong” tentang ilmu yang dipelajarinya. Biarkanlah Amin sebagai “tuhan” Biologi, yang mengajarkan Budi mengenai “kesombongannya”  terhadap ilmu Biologi.

Harusnya, cukup begitu saja. Agar tak ada salah paham, bahkan berujung pertengkaran.

Teruntuk,

Siapa saja yang mengerti.

Opini: Sang Ahli

by on May 29, 2017
Jadi suatu ketika Doni bertemu seorang teman — namanya Amin. Amin merupakan mahasiswa Biologi di Universitas X. Setiap malam, Amin sel...

Sekitar 5 bulan lalu, saya berhasil berhenti menuliskan tentang anda. Saya berhasil berhenti memikirkan kata-kata indah untuk melukiskan anda.

Saya pikir, saya sudah berhenti.

Tapi hari ini, anda yang layaknya mobil usanglama tak digunakan kembali muncul di permukaan dengan tampilan baru. Anda sudah dimodifikasi, menjadi lebih indah untuk digunakan. Suara mesin mobil yang dulunya nyaring ditelinga menjadi lembut dan tak kalah dari mobil-mobil baru lainnya.

Seperti itulah anda kembali muncul.

Lantas pertanyaannnya, apakah sebenarnya saya sudah berhentisudah melepas pergi?

Atau saya hanya mengulur waktu agar anda kembali?



Puisi oleh  Sapardi Djoko Damono
Video is taken from youtube channel : Musikalisasi Puisi

Mungkin, konsep “sepatu lari” milikku dan milikmu cukup menarik dan lebih realistis.

Ketika kamu berlari menggunakan sepatu larikudengan ukuran 39 dan ujung sepatu yang kuncup, mungkin kakimu akan sakit. Karena, kamu memiliki ukuran sepatu lari 42. Terlebih, ujungnya yang telalu kuncup membuat jari-jari kakimu menjadi merah bengkak. Aku tak akan merasakan rasa sakit di kakiku seperti yang kamu rasakan di kakimu. Karena aku memakai sepatu milikkudengan ukuran dan model yang tepat. Begitupun sebaliknya ketika aku mencoba sepatu lari milikmu. Ukurannya yang kebesaran akan membuatku lebih sulit berjalan.

Seperti itulah analogi gambaran hidup yang realistis.

Kamu tidak akan merasakan apa yang dia rasakan, karena kamu tidak cocok dengan “kondisinya”.

Tapi terkadang, konsep ini justru terlihat salah.

Put yourself in other people's shoes.

Mungkin memang benar, kita tidak akan benar-benar merasakan apa yang di rasakan.
Ya, tentu saja.
Kamu bukan dia dan dia bukan dirimu.
Tapi, terlepas dari memakai sepatunya atau tidak, terlepas dari rasa sakit yang dia rasakan dan kamu tidak rasakan, ada konsep lain yang harusnya kamu pahami.

Konsep kemanusiaan.

Kemanusiaan itu dapat diibaratkan seperti mencari persamaan laju reaksi orde satu dengan penerapan konstanta Michael’s Manten dalam laju reaksi sederhana. Untuk mendapatkan persamaan laju reaksi orde satu, kita harus mengumpakan bahwa [S] lebih besar dan KM sebagai konstanta Michael’s. Nilai [S] tidak dapat diimbingi sehingga kita dapat mengabaikan KM.
Kemanusiaan akan mengabaikan “rasa sakit” milikmu atau miliknya. Karena dia hanya menyatakan, bahwa kamu merasakan apa yang dia rasakan.

Cara kerjanya seperti ini,
Apakah kamu perlu menjadi orang tidak mampu secara finansial untuk mengetahui rasanya menjadi mereka? Apakah kamu harus menjadi buta untuk mengetahui rasanya tidak dapat melihat?

Tidak.

Kamu tidak perlu menjadi bagian dari itu semua.
Tapi kamu dapat “tau” rasanya, kan?

Artinya, itu kemanusiaan.
Artinya, kamu akan menyentuh manusia lain tanpa harus merasakan lukanya.

Begitulah hidup.
Mungkin konsep “sepatu lari” lebih menarik dan dapat diterima.
Tapi hidupmu bukan hanya tentang konsep saja, teman.

Ini tentang hubunganmu dengan orang lain. Tentang menyentuh hidup orang lain. Tentang kemanusiaan.

Teruntuk,
Teman-teman yang masih mempertanyakan, perlukah kita membela suatu ketidak-adilan yang tidak dirinya rasakan.

Opini: Sepatu Lari

by on May 24, 2017
Mungkin, konsep “sepatu lari” milikku dan milikmu cukup menarik dan lebih realistis. Ketika kamu berlari menggunakan sepatu la...
Someone who lost a loved one would never be the same.
People may think that they could fix it.
Yes, they could.
They could smile. They could make up their self.  
But they can’t heal their soul.
They can work, they can go to school like everything didn't happen. They can act like they did before.
But for sure, they can’t remove their pain. It seems like their pains stuck forever.

Someone who lost a loved one would never be the same.
They try their best to act like normal  people. 
They try their best just to forget everything happened.
They try their best to set up their future which actually was destroyed by their losing.
They try everything they can everyday.

Someone who lost a loved one would never be the same.
“How would you feel?” They will ask.
If you can feel their pains. If you can even be brave to be on their position.
“Can you bear it?” They ask again.
 If you can replace their position just for one day.
“How could I live?” They give up.

Someone who lost a loved one would never be the same.
Tell them to cry.
Ask them to tell how much they can bear.
How hard this life was after losing someone they love the most. 
Hug them.
Support them.
And actually, I’m telling some bullshit words right now.

Someone who lost a loved one would never be the same.
They just need time.
To be left alone.
To heal their soul.
For sure there’s possible if they do something weird.
Then, how?

Someone who lost a loved one would never be the same.
Someone who lost a loved one would never listen you clearly.
Just give them a hug.
Don’t talk.
Just act.
It would be better.

Someone who lost a loved one would never be the same.
It’s such a shame if you told them to find another lover.
Of course,they will.

But it would never be the same.


Music by: MusicOfGlee


Rasanya bingung.
Karena kita selalu berakhir pada sebuah tanda tanya besar.
Karena  kita saling mempertanyakan rasa.
              
Katanya, berdoa adalah cara 'mencintai diam-diam' yang sangat tulus. Tidak berharap dia taudirinya disebut dalam serangkaian kata dengan menelungkupkan tangan seraya memohon kepada-Nya. 

Katanya, cinta yang bahagia tidak selalu berakhir dengan mengungkapkan perasaan. Saat kamu tau dia bahagia, maka pastinya kamu pun bahagia. 

Yah, mungkin memang benar. 'Cinta diam-diam' tak selamanya berakhir dengan kesedihan. Meskipun tak jarang kita merasakan sakit akibat pemendaman yang terlalu lama.
Layaknya luka yang didiamkan terlalu lama—akan semakin perih rasanya. 

Namun tahukah, luka itu tak akan selamanya berada pada tahap 'sakit'. Dia akan berpindah ke tahap pemulihan dan hilang. 

Seperti luka itu, kita pun tak akan selamanya berada pada tahap "sedih" ketika mencintai secara diam-diam. Pasti kan ada waktunya ketika kita bisa merasakan bahagia. 

Yang paling penting adalah mengisi waktu menuju proses "pemulihan" dengan hal-hal yang bermanfaat. Terus menerus mengupgrade diri misalnya? 

Ingatkah kita akan janji Allah, wanita yang "baik" untuk lelaki yang "baik". Maka percayalah, Allah sebenarnya sedang mempersiapkan seorang terbaik untuk mengisi hidup kita.

Siapa tau, orang itu adalah orang yang selalu kita sebut dalam doa kita atau orang yang membuat kita sakit sekaligus bahagia karena mencintainya diam-diam. 


Tak lupa, nantinya, cintailah dirinya karena Allah. 

Picture is taken from: https://hushkit.net/2012/11/28/hush-kit-top-ten-the-ten-best-looking-german-aeroplanes/question-mark/

Tanda Tanya

by on December 20, 2016
Rasanya bingung. Karena kita selalu berakhir pada sebuah tanda tanya besar. Karena  kita saling mempertanyakan rasa.          ...

오래만이에요 
しばらくでした
Wir haben uns schon lange nicht getroffen
Ça fait longtemps qu'on ne s'est pas vus 
Long time no see
Lama tidak bertemu

Saya masih ingat sore itu, ketika saya belum bisa berpikir jernih mengenai perasaan yang saya rasakan terhadap anda. Saya menangis, tidak sampai tersedu-sedu, tapi saya sendiri cukup menganggap itu tangisan 'terbodoh' dalam hidup saya. 

Dulu, ketika bayi, saya menangis ketika saya lapar atau mungkin merasa terusik dengan lingkungan sekitar saya. 

Ketika masuk taman kanak-kanak, saya menangis karena terjatuh dari ayunan atau jungkat-jungkit yang memental kebawah terlalu keras. 

Ketika berada di sekolah dasar, saya menangis karena rebutan mainan atau tidak diperbolehkan membeli sepatu roda yang saya inginkan padahal barang itu sedang menjadi "trending topic" di kalangan teman-teman yang lain. 

Ketika duduk di sekolah menengah, saya menangis karena nilai ulangan saya yang jelek, karena cinta pertama saya yang ternyata sangat jauh dari ekspektasi—tidak seperti alur cerita drama korea, atau karena saya harus berjuang demi masa depan saya. Bukan hanya berjuang melawan ratusan ribu siswa seumuran saya yang ingin masuk PTN, tapi juga melawan soal-soal yang kalau diingat kembali, saya jadi bergidik sendiri. Tapi untungnya, saya dapat melaluinya dengan sangat baik dan dapat berkata "I'm done with it!"

Hal yang saya tangiskan ketika saya kecil hingga beranjak dewasa, adalah hal-hal yang sangat wajar dirasakan oleh anak lain. 

Tapi saat saya menyadari saya menangis karena bingung  menentukan perasaan saya sendiri, bagi saya it makes no sense.

Kenapa?
Tidak masuk akal saja.
Bukan karena bagi saya menangis butuh alasan yang jelas.
Bukan karena bagi saya seseorang tidak bisa menangis untuk seseorang yang bahkan belum dikenalnya lebih jauh.

Ada satu alasan, yang jika dijelaskan mungkin akan sulit dimengerti. Jadi, biarkan saja saya anggap itu hal yang tidak wajar.

Untungnya, saya sudah berhenti menangisi hal itu. Untungnya, saya sudah dapat jawaban atas perasaan saya terhadap anda selama ini.

Dan jawabannya, saya tetap menyukai anda—sebagai salah satu inspirasi terbaik dalam hidup saya.

Anda menyajikan berbagai kata bijak—tentang hidup, cinta, perjuangan, dan teman. Saya sadar, kata-kata tersebut terkadang tidak datang dari diri anda, melainkan dari buku, tokoh ternama, atau bahkan teman dekat anda. Tapi entah mengapa, ketika anda yang menuliskannya, saya begitu terinspirasi.

Saya terinspirasi dari kisah hidup anda. Anda berulang kali terjatuh dalam menggapai masa depan anda, tapi anda tetap berpikir positif.

Anda adalah orang yang pantang menyerah, kooperatif, gampang bergaul, serta sosok pemimpin yang dapat diandalkan.

Mungkin bagi anda, anda bukan seseorang yang pantas untuk diinspirasikan seperti ini.
Anda adalah orang biasa. Tapi anda memiliki talent yang luar biasa.

Maka, tetaplah seperti itu, seperti arti namamu yang berarti pelangi.
Tetaplah bersinar layaknya pelangi yang datang setelah hujan reda. Tetaplah seperti itu.

Notes : Happy Birthday. Tetap bahagia terhadap apa yang anda miliki, dan  akan anda miliki nantinya. Mungkin udah bener-bener terlambat buat ngucapinnya. Tapi insya allah saya tulus ngucapinnya.


Picture is taken from photographyblogger.net

Anda disini.

Entah untuk berapa lama. Yang pasti, anda harus kembali bekerja di tempat yang berjarak sekitar 720 km dari tempat saya.

Sepertinya saya bahagia.
Sepertinya.

Tapi nyatanya, tidak terlalu bahagia.

Mungkin karena saya sudah lama menyerah—untuk kembali menemukan anda.

Picture is taken from: https://puzzlefactory.pl/pl/puzzle/graj/krajobrazy/126623-bajkowy-zamek-w-ogrodzie

Kutangkap kekecewaan berat pada sorot matanya sore itu.

Maka dari sanalah, percakapan kami dimulai kembali—lewat pandangan kami—setelah sekian lama berhenti pada satu titik, dimana aku menghancurkan harapan-harapannya yang seperti ledakan kembang api di malam pergantian tahun.

Awalnya, pandangannya berkata, “Bagaimana rasanya—menjalani hidup dengan terus bertanya, ‘apakah aku sudah dimaafkan’ atau ‘apakah dia masih terus merasa kecewa’?" Matanya memberi jeda, kemudian dilanjutkannya, "Pasti rasanya cukup menyenangkan.”

“Ya, lumayan.”, jawab pandanganku angkuh.

Matanya menantang mataku, kembali berargumen, “Tidakkah kau menyesal?”

Pandanganku melembut, dan malah mengajukan pertanyaan untuk menghindari pertanyaannya, 
“Bisakah kita melupakan kejadian yang lalu, saat aku meninggalkan dirimu dengan harapan yang menggebu? Bisakah, kita kembali ke awal lagi?”

“Sepertinya tidak bisa, aku ingin melihatmu terus hidup dengan pertanyaan-pertanyaan dan penyesalan.”, lirih sorot matanya.

Aku menyerah, memilih untuk lebih lembut dalam memandangnya, “Baiklah. Jika itu sebuah hukuman karena meninggalkan kekecewaan, biarkanlah kau terus menganggapku hidup seperti itu.

Dia sedikit mendekat—memperpendek jarak diantara kami yang tadinya lumayan jauh.

Pandangannya seolah berkata, “Maka ciptakanlah sebuah puisi. Tidak perlu semenakjubkan Chairil Anwar atau  Asrul Sani. Cukup berfokus pada dirimu dan kisahmu.” Kemudian, pandangannya berubah menjadi lebih lembut, “Aku percaya, pada puisimu.”

Perkataannya membuat alur balik  dari cerita awal pertengkaran kami menari-nari di ingatanku.
Puisi, yang tak kunjung kusampaikan.
Puisi, hal yang paling ingin ia dengar.
Puisi, sesuatu yang begitu dia harapkan dari diriku.

Tapi aku memilih untuk beralih, seperti memberinya jawaban paling memuakkan, “Aku sudah lama menyerah pada kata terangkai indah itu.” Dia murka.

Begitulah kami berakhir menjadi dua orang tak mengenal kini. Memilih menyapu pandangan ketika tak sengaja bertemu, atau bersembunyi di tempat lain untuk sekedar menghindar.

Tanyakanlah lagi, apa aku menyesal?

Aku tak menyesal. Sama sekali tidak.

Dan kutangkap siluet yang sama pada dirinya.

Dia pun tidak.


Percakapan Sore Itu

by on May 27, 2016
Kutangkap kekecewaan berat pada sorot matanya sore itu. Maka dari sanalah, percakapan kami dimulai kembali—lewat pandangan kami...
The Rainbow Castle

Hari ini, saya merasakan ketidakadilan jika harus menuliskan sesuatu yang “menyedihkan” kembali tentang anda.
Tentang anda yang memilih tidak kembali, tentang anda yang memilih tetap selangkah atau dua langkah menjauhi saya, tentang anda yang ingin berlalu begitu saja.

Saya sudah menangis seharian kemarin.
Bukan karena drama yang saya tonton menyedihkan,
Bukan karena soundtrack-nya membuat saya menjadi “mellow”,
Bukan karena saya meletakkan bawang tepat di depan saya. 
Tapi, karena anda.

Harusnya saya tidak menangis, kan?

Harusnya saya tidak mengharapkan apapun, kan?

Entahlah.

Setiap turun di halte ketika saya menunggu anda dan anda tidak datang,
Setiap saya berjalan di sekitaran lapangan wisuda ketika saya mencari anda di tengah keramaian dan anda tidak ditemukan,
Setiap saya berdiri di jalan setapak ketika saya melihat anda dengan setelan lari pagi—celana pendek, sepatu sport, dan tak lupa ekspresi kelelahan anda,
Saya berubah sedih.

Rasanya, tetap saja ada yang hilang sekalipun saya mengatakan tidak ada yang perlu diharapkan, tidak ada yang perlu diikhlaskan, serta tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Dan saya menyadari, yang hilang adalah anda.
Bukan kata-kata bijak anda ataupun sifat “inspiratif” anda.

Karena yang hilang adalah anda dan itu membuat saya sedih.

Mungkin benar kata teman saya, perasaan saya sudah berubah. Saya tidak mengartikan anda sebagai “inspirator” saya lagi.

Ah.

Baiklah.
Karena saya sudah lelah berpura-pura tapi tidak ingin berjanji. Maka, biarkan saya membuat pengakuan ini.

Saya mungkin menyukai anda.

Tapi mungkin juga tidak.

Jadi, biarkan saya tetap bingung dulu, sebelum saya benar-benar tau ini perasaan apa.

Okay.
Sepertinya cukup.
Padahal tadinya saya ingin menuliskan hal-hal baik tentang anda. Hal-hal yang menyenangkan. Tapi sepertinya, sudah terlambat. Karena lagi-lagi saya tidak bisa menahan semuanya.

Rainbow over Eilean Donan Castle - highlands - Scotland | Flickr

Teman saya bilang, anda bukan lagi "inspirator" seperti yang pernah saya sebutkan dulu. 
Teman saya bilang, saya memperlakukan anda lebih dari sekedar orang yang memberi saya kata-kata bijaknya lagi. 
Teman saya bilang, anda memiliki arti lebih dari sekedar "inspirator", "motivator", atau apalah itu namanya. 

Benarkah? 

Tapi, saya berharap, saya tidak melakukannya. 

Anda orang yang luar biasa-bagi saya. Namun, saya tidak berharap pada anda. 

Karena sejak awal, memang rasanya, tidak ada yang perlu diharapkan. Tidak ada yang perlu diikhlaskan. Tidak ada yang perlu direlakan. 

Mungkin terdengar seperti egois saya menolak perasaan yang "sulit diartikan" ini. Tapi, biarlah saya terus menolaknya hingga saya benar-benar menyerah untuk menolaknya. 

Mengenai rasa sakit saya, lupakan saja. Saya masih sanggup menahannya. 

Picture is taken from: https://www.flickr.com/photos/mathewroberts/4909569851

Dan seketika saya terbata.

Okay. Enough.

I give up.

Tertanda,

Tengah malam sunyi.

Picture is taken from: https://clipartart.com/categories/royalty-free-fantasy-artwork.html

Karena sebenarnya, belajar menerima itu sulit.

Rasanya seperti guntur memenuhi perasaan saya. Tiba-tiba kulit tubuh saya rasanya dingin. Aura saya pun ikut berubah.

Mungkin itu yang dirasakan seseorang yang patah hati. 
Pantas dia kacau. Seluruh jiwanya mengikuti “euforia” hatinya yang berubah haru. 
Pantas dia hancur. Karena memang benar, rasanya seperti kamu kehilangan perasaan kendali atas hatimu sendiri.

Tapi kembali lagi, saya sedang berusaha menerima. Dan ketika saya mengatakannya, saya mendapat sebuah ketenangan dalam hati saya. Sesuatu yang membuat saya percaya, saya pasti bisa bangkit.

Mungkin seharusnya itu yang dilakukan orang yang hatinya sedang hancur—lebur.

Dia harus belajar menerima.
Jangan langsung katakan tidak bisa.
Belajar saja dulu. Katakan pada dirimu bahwa kamu menerima kenyataan yang terjadi.

Percayalah, akan banyak hal baik yang akan terjadi pada dirimu kelak.

Picture is taken from: https://www.goodfon.ru/download/cinderella-wishes-upon-a/2880x1800/

Akhir-akhir ini saya terus menulis tentang anda, seperti kata-kata saya tidak pernah habis untuk menggambarkan bagaimana anda membuat saya benar-benar menyesal—membiarkan setiap “momen” yang harusnya bisa terjadi, saya biarkan berlalu begitu saja.

Tapi sekali lagi saya ingin menekankan, bahwa yang saya rasakan saat ini merupakan “cinta diam-diam”—tanpa tujuan benar-benar terungkap.

Jadi, biarkan saja saya menyesal. 
Biarkan saya tetap menulis tentang penyesalan saya hingga hari ini.
Biarkan anda tidak tau betapa saya sangat mengharapkan banyak “momen” terjadi diantara kita sebelum anda memutuskan untuk menjauh 720 km dari titik saya berada sekarang. 
Biarkan saya tetap duduk di halte yang sama, seperti hari dimana saya sangat ingin anda datang. Biarkan saya memandang gang dimana kos-kosan anda berada dulu, sebelum saya mencapai kos-kosan saya. 
Biarkan saya mengenang stelan lari pagi, serta cara anda memperbaiki tali sepatu anda.

Biarkan saya tetap merasa menyesal, hingga saya benar-benar berani melepaskan penyesalan saya. Atau justru, melepaskan “cinta diam-diam” saya.

Suatu saat nanti, jika saya masih berada dalam lingkaran “cinta diam-diam” saya, saya menduga, apakah semuanya akan terungkap dengan sendirinya ketika kita diizinkan bertemu kembali?

Picture is taken from: https://www.indiaforums.com/forum/topic/4872812?pn=57

Terlalu banyak kata untuk menggambarkan sebuah cinta diam-diam.

Namun, mengapa?

Saat dipertemukan dengan sang target, kita kembali terdiam membisu? Seakan semua kata yang telah kita rangkai kembali terkunci dalam satu peti tua berdebu—kembali kita simpan? Diam-diam?

Mungkin ada benarnya.

Cinta yang tak terungkapkan itu lebih menantang. Seperti kau dan aku. Atau seperti orang lain yang merasakan hal yang sama—jatuh cinta diam-diam.

Suatu saat, ketika waktunya tepat, bukankah lebih baik membiarkannya terungkap dengan sendirinya? 

Tetaplah begini. Agar tidak ada yang berubah—meski disertai rasa penuh penyesalan. 

Picture is taken from: https://pic2.me/wallpaper/254674.html

Saya ingin mengikhlaskan ‘momen’ yang tidak terjadi diantara kita.

Sesuatu yang saya sesali, namun sepertinya sudah terlalu terlambat untuk memperbaikinya.

Tidak apa-apa.
Biarkan itu menjadi pelajaran bagi saya, untuk menjadi lebih berani, agar tidak ada sesuatu yang perlu disesali.

Bukankah setiap ‘momen’ yang kita inginkan dalam hidup kita tidak harus tercapai? 

Picture is taken from: http://adventr.co/2013/10/

Untuk seseorang yang enggak pernah sadar dirinya diperhatikan

      Semoga selalu menjadi seseorang yang berguna :) 

Selamat Pakai Toga!

by on February 06, 2016
Untuk seseorang yang enggak pernah sadar dirinya diperhatikan       Semoga selalu menjadi seseorang yang berguna :)  Picture i...


Tulisan saya hari ini sederhana saja. 

Saya mendedikasikan tulisan ini untuk seseorang: Pelangi yang jarang muncul. 

Hei.
Selamat atas kelulusan anda. 
Saya tidak akan mengucapkan banyak "harapan" pada anda. Tidak juga akan memberikan sebuah kado "bunga" sebagai bentuk kelulusan anda. 

Saya tidak akan memberikannyakarena doa-doa saya cukup saya dan Allah yang tau. 

Saya juga tidak akan menyesali banyak hal, termasuk mengenai intensitas bertemu kita yang sedikit bahkan hingga hari kelulusan anda tiba. 

Tidak.

Saya tidak berhak mengatur pertemuan kita. Saya tidak berhak mengatur sendiri waktu agar kita dipertemukan. 

Ingatkah? Terkadang kita hanya diminta untuk menjalaninya. 

Hei. 
Mungkin tulisan yang awalnya saya anggap sederhana ini mulai terlalu panjangterlalu rumit untuk dimengerti. 

Tapi, biarkan saya mengucapkan ini pada anda.

Anda telah melakukan yang terbaik. Lulus dalam waktu yang singkat dengan hasil akhir yang memuaskan, bukankah itu menarik? 
Saya ikut bahagia. Meskipun di sudut mata saya tersisa sedikit air mata. Tak apa. 
Anda orang yang luar biasa-bagi saya. 
Anda tidak selalu ada, namun kata-kata anda selalu ada. 

Yang terakhir, terimakasih untuk semuanya. 
Kita akan semakin sulit bertemu. Jarak kita akan kembali memanjang seperti awalnya. 
Tidak apa-apa. 
Saya masih berharap Allah mempertemukan kita lagi suatu saat nanti. 
Entah dimana, kapan, dan dalam keadaan apapun. 

Untuk,
Pelangi yang telah berada di puncaknya
Pesan: Tolong jangan menghilang dulu. Anda masih terlalu cerah, dan anda masih membuat seseorang disini tersenyum. 

Rainbow X

by on January 15, 2016
Tulisan saya hari ini sederhana saja.  Saya mendedikasikan tulisan ini untuk seseorang: Pelangi yang jarang muncul.  Hei. S...
Photograper Captures A Once-In-A-Lifetime Shot Of A 'Horizontal ...

Yang saya tangkap anda menjalaninya selama 4 tahun. 
Dan 4 tahun bukan waktu yang sebentar.
Ibarat anda punya 5 kepentingan dalam hidup anda. 
Keluarga, studi anda, diri anda sendiri, mimpi anda dan satu lainnya. Lalu kemudian, anda memantapkan hati dan menambahkan 1 kepentingan lagi dalam hidup anda. 

Tentang orang yang anda sangat suka. 

Dengan 5 kepentingan saja, anda pasti mengalami waktu yang sulit. Apalagi dengan 6 kepentingan.
Anda merasa sulit membagi waktu, sulit menentukan mana yang prioritas, sulit mencari cara mengabaikan salah satunya ketika anda memilih mengerjakan satu lainnya. 
Namun, di samping itu semua, anda dapat mempertahankannya selama 4 tahun. 

Dia pastilah seseorang yang sangat spesial dalam hidup anda. Pastilah orang yang membuat anda sangat bahagia sehingga 6 kepentingan yang anda sedang jalani tampak tidak membebani anda. Pastilah dia seseorang yang mengerti anda dengan baik, mengerti kesulitan anda, mengerti waktu anda, mengerti hal-hal spesifik tentang anda. Pastilah dia orang yang sangat menyukai anda-juga. 

Bahkan hari ini, saat banyak orang percaya anda telah melupakannya, telah mencoba menggantinya, saya masih ragu apakah itu benar. 
Karena saya merasa yakin, anda hanya menunggu waktu. Anda menunggu waktunya anda kembali, membiarkan 2 tahun ini berjalan sendiri. Let it flow. 
Tapi, di balik sikap masa bodoh and terhadap setiap waktu yang anda jalani tidak bersamanya, anda memiliki kejutan besar yang membuat anda senang selama penantian anda. Anda akan kembali, untuk membuatnya kembali. 
Anda akan pulang, dan menjadikannya lagi salah satu dari 6 kepentingan dalam hidup anda.

Dan bodohnya, saya menanti hari itu tiba.

Tertulis,
28 September 2015 
Notes Handphone Saya

Picture is taken from: https://www.boredpanda.com/fire-rainbow-illusion-cessna-kutz/

Rainbow IX

by on December 17, 2015
Yang saya tangkap anda menjalaninya selama 4 tahun.  Dan 4 tahun bukan waktu yang sebentar. Ibarat anda punya 5 kepentingan dalam h...




Rasanya tetap saja sepi meskipun di depanmu ada orang lain. 
Rasanya tetap saja berbeda, meskipun kau telah berbicara tanpa batas dengan orang di depanmu.

Terkadang, yang kau butuhkan bukan dia yang selalu menghabiskan banyak waktu denganmu, bukan dia yang selalu mengajakmu makan bersama, apalagi dia yang menemanimu pergi belanja, namun dia yang membuatmu merasakan kebersamaan yang tak ternilai, meskipun menggapainya butuh waktu yang agak lama.
Meskipun dengannya, kau harus menempuh jarak ribuan kilometer.
Meskipun kau hanya dapat mendengar suaranya lewat telpon genggam yang terkadang kehilangan sinyal dan menghasilkan nada putus-putus.

Tapi bersamanya, kesunyian diantara dua orang yang bingung mencari kata-kata mulai mencair. Berganti dengan senyuman dengan sudut sempurna layaknya sebuah lingkaran atau segitiga. 

Meaning of togetherness does not always involve a lot of people. Even when we are just two, but we're happy at the moment, it is also called togetherness.

Picture is taken from: http://rubylines.deviantart.com/art/Telephone-Box-389649356


Maybe It's Homesickness

by on December 06, 2015
Rasanya tetap saja sepi meskipun di depanmu ada orang lain.  Rasanya tetap saja berbeda, meskipun kau telah berbicara tanpa batas d...
Principles of UV/VIS spectroscopy (1) UV/VIS spectroscopy ...

Saya tidak berharap setiap saat.

Tapi biarkan saya meminta, ada satu hari dalam kurun waktu satu minggu yang kita jalani, anda muncul di hadapan saya.

Saya tidak berharap anda balik menatap saya.
Saya tidak berharap anda muncul dengan waktu yang lama.

Biarkan saja anda begitu cepat berlalu.
Biarkan saja hanya saya yang menatap anda.

Tidak apa-apa.


Itu bahkan lebih baik daripada tidak melihat anda sama sekali. 

Picture is taken from: https://www.jasco-global.com/principle/principles-of-uv-vis-spectroscopy-1-uv-vis-spectroscopy-utilizing-rainbow/

Rainbow VIII

by on November 29, 2015
Saya tidak berharap setiap saat. Tapi biarkan saya meminta, ada satu hari dalam kurun waktu satu minggu yang kita jalani, anda m...