Karena sebenarnya, belajar menerima itu sulit.

Rasanya seperti guntur memenuhi perasaan saya. Tiba-tiba kulit tubuh saya rasanya dingin. Aura saya pun ikut berubah.

Mungkin itu yang dirasakan seseorang yang patah hati. 
Pantas dia kacau. Seluruh jiwanya mengikuti “euforia” hatinya yang berubah haru. 
Pantas dia hancur. Karena memang benar, rasanya seperti kamu kehilangan perasaan kendali atas hatimu sendiri.

Tapi kembali lagi, saya sedang berusaha menerima. Dan ketika saya mengatakannya, saya mendapat sebuah ketenangan dalam hati saya. Sesuatu yang membuat saya percaya, saya pasti bisa bangkit.

Mungkin seharusnya itu yang dilakukan orang yang hatinya sedang hancur—lebur.

Dia harus belajar menerima.
Jangan langsung katakan tidak bisa.
Belajar saja dulu. Katakan pada dirimu bahwa kamu menerima kenyataan yang terjadi.

Percayalah, akan banyak hal baik yang akan terjadi pada dirimu kelak.

Picture is taken from: https://www.goodfon.ru/download/cinderella-wishes-upon-a/2880x1800/

Akhir-akhir ini saya terus menulis tentang anda, seperti kata-kata saya tidak pernah habis untuk menggambarkan bagaimana anda membuat saya benar-benar menyesal—membiarkan setiap “momen” yang harusnya bisa terjadi, saya biarkan berlalu begitu saja.

Tapi sekali lagi saya ingin menekankan, bahwa yang saya rasakan saat ini merupakan “cinta diam-diam”—tanpa tujuan benar-benar terungkap.

Jadi, biarkan saja saya menyesal. 
Biarkan saya tetap menulis tentang penyesalan saya hingga hari ini.
Biarkan anda tidak tau betapa saya sangat mengharapkan banyak “momen” terjadi diantara kita sebelum anda memutuskan untuk menjauh 720 km dari titik saya berada sekarang. 
Biarkan saya tetap duduk di halte yang sama, seperti hari dimana saya sangat ingin anda datang. Biarkan saya memandang gang dimana kos-kosan anda berada dulu, sebelum saya mencapai kos-kosan saya. 
Biarkan saya mengenang stelan lari pagi, serta cara anda memperbaiki tali sepatu anda.

Biarkan saya tetap merasa menyesal, hingga saya benar-benar berani melepaskan penyesalan saya. Atau justru, melepaskan “cinta diam-diam” saya.

Suatu saat nanti, jika saya masih berada dalam lingkaran “cinta diam-diam” saya, saya menduga, apakah semuanya akan terungkap dengan sendirinya ketika kita diizinkan bertemu kembali?

Picture is taken from: https://www.indiaforums.com/forum/topic/4872812?pn=57

Terlalu banyak kata untuk menggambarkan sebuah cinta diam-diam.

Namun, mengapa?

Saat dipertemukan dengan sang target, kita kembali terdiam membisu? Seakan semua kata yang telah kita rangkai kembali terkunci dalam satu peti tua berdebu—kembali kita simpan? Diam-diam?

Mungkin ada benarnya.

Cinta yang tak terungkapkan itu lebih menantang. Seperti kau dan aku. Atau seperti orang lain yang merasakan hal yang sama—jatuh cinta diam-diam.

Suatu saat, ketika waktunya tepat, bukankah lebih baik membiarkannya terungkap dengan sendirinya? 

Tetaplah begini. Agar tidak ada yang berubah—meski disertai rasa penuh penyesalan. 

Picture is taken from: https://pic2.me/wallpaper/254674.html

Saya ingin mengikhlaskan ‘momen’ yang tidak terjadi diantara kita.

Sesuatu yang saya sesali, namun sepertinya sudah terlalu terlambat untuk memperbaikinya.

Tidak apa-apa.
Biarkan itu menjadi pelajaran bagi saya, untuk menjadi lebih berani, agar tidak ada sesuatu yang perlu disesali.

Bukankah setiap ‘momen’ yang kita inginkan dalam hidup kita tidak harus tercapai? 

Picture is taken from: http://adventr.co/2013/10/