Scene 6 : I will save you -Dane

Gue melirik ke arah Drey yang tengah memainkan jari-jari kecilnya. Setelah acara kejujuran kami beberapa menit yang lalu, kami hanya mampu terpaku.

“Drey ...”               
Gue memecah kekosongan. Dia menatap gue. Sekarang, gue bisa melihat matanya yang berair.

“Gue kembali kesini bukan buat lihat airmata lo.”

Gue melihat Drey tertawa kecil dan berkata,
“I’m confused. Gue bukan orang yang akan melepaskan impian gue begitu aja. Disisi lain, gue gak mau jadi orang egois di mata sahabat gue sendiri.”

Gue menatap luka dimatanya. Dia masih terlalu polos untuk berkorban.
She doesn’t know. Tapi gue juga gak mungkin memberitahu.

“Drey, no matter what happen, if someday you need me, just call me, i will save you.”
Dia mengangguk–mengerti.

###


EIGHT - Bab 1 Scene 6

by on December 26, 2012
Scene 6 : I will save you -Dane Gue melirik ke arah Drey yang tengah memainkan jari-jari kecilnya. Setelah acara kejujuran kami beb...



Scene 5: Miss you so – Drey

Koridor sekolah masih ramai, padahal bel masuk sudah mau berbunyi.
Gue melihat Dane keluar dari kelas dengan wajah merah. Seperti, baru selesai bertengkar.
Setiap ngeliat Dane, gue ngerasa dia tempat curhat gue. Meskipun dia sinis, tapi dia ngerti apa yang gue bilang, dia berusaha buat gue percaya jalan terbaik atas masalah gue.
“Dane...” gue memanggil namanya ketika dia melintas didepan gue.
“Kenapa?” Dia sinis.
“Can I talk to you?”
Dane berpikir sejenak sebelum kemudian ia mengangguk sambil berjalan dan duduk di sebelah gue.
“Sebelum lo ngomong, sebenarnya gue udah tau permasalahannya. Gue tau semuanya, Drey! Tapi yang gue bingung dari lo, kenapa lo gak cerita sama gue? Gue gak peduli meskipun lo cerita ke gue ketika gue sedang belajar.”
“Gak, Dane! Gue gak bisa ganggu pembelajaran lo. Gue tau jelas lo dapatin itu dengan susah payah. Mana mugkin gue tega ngeliat lo telantarin itu begitu aja, hanya untuk cerita gue.”
“Tapi lo gak akan pernah tau jalan keluarnya tanpa saran, Drey!”
Gue melihat Dane serius. Kenapa justru orang yang sering bertengkar sama gue, yang buat gue sedikit terhibur?
“Lo tau semua masalah ini berawal darimana?”
Dane mengangguk cepat. Seakan tau jawaban atas pertanyaan gue.
“Ega. Intinya Ina gak mungkin suka sama Ega hanya karena lo banyak cerita tentang Ega ke dia. Gue liat, Ina punya banyak rahasia yang lo gatau.”
Gue rasa, Dane benar. Sesuatu yang gue gak tau dari Ina.
“Drey, apa yang lo pikirkan tentang gue?”
Gue kaget. Gue gak pernah nyangka bahwa Dane bisa bertanya seperti itu ke gue.
“Cuek–gak jelas, aneh–mungkin.”
“Segitu buruknya ya gue?”
“Lo pasti gak akan percaya kalau gue bilang lo baik.”
Dane tersenyum.
“I miss you so, Dane. And it’s true.”
Gue ngerasa gak salah ngucapin itu. Walaupun gue masih liat raut wajah Dane yang gak terlalu ingin mengomentari itu, gue gak peduli.
“Gue salut sama kejujuran lo. Dan gue juga harus mengakui ini secara resmi, I feel alone there because who sits beside me someone not you but I want you.”
Gue kaget. Dane bisa kesepian tanpa gue. Gue kira Cuma gue yang ngerasain itu.
“I miss you too, Drey.”

###



Scene 4: Love never cheats - Dane

Gue memasuki kelas 11 IPA-1. Kelas ini jadi sedikit aneh sekarang. Asing buat gue. Mungkin karena gue udah jarang ngeliat pemandangan kelas yang seperti ini.

Apa gue masih harus duduk disebelah Drey?

Gue ngeliat Al sedang duduk disebelah Ina. Ada yang harus gue tanya ke Al. Dari semua perubahan, dia baru cerita satu ke gue. Gue mendekat ketika Ina berkata, “Lo pantas kok dapatin Drey.”

Gue jadi bingung sendiri. Hipotesis pertama gue adalah, Al dan Ina bekerja sama untuk suatu rencana. Tapi, tujuan utamanya apa?

Ina berdiri dan tersenyum meninggalkan gue dan Al.
Setelah Ina berlalu, gue baru bisa ngomong ke Al,
“Al, lo ngerencanain sesuatu ya bareng Ina?”
“Bukan rencana besar kok, Dane. This is just a little mistake.”
“Maksud lo?” Gue jadi tambah bingung. Terlalu banyak yang berubah semenjak gue pergi. Gue jadi menyesali kepergian gue.
“Ina mau bantuin gue dapatin Drey. Just it.”
"Bantuin  gimana maksud lo?" Gue memandang Al curiga. I'm convinced there are many things he keeps.
"Dia bilang dia bakal bantuin gue untuk meyakinkan Drey. But I know she can do more than that."
“Yang gue tau, love never cheats, Al!”
Al menatap gue bingung seraya berkata, “Lo ngomong apa sih, Dane?”
“Lo dan Ina... Kenapa harus kayak gini?”
“Sejak kapan sih lo tau tentang cinta, Dane?!”
Al membentak gue. Beberapa orang melihat kearah kami, tapi gue gak peduli.
“Sahabat gue cepat berubah ya. Gue gak nyangka.”
Gue pergi meninggalkan Al sendirian. It’s real.

###

EIGHT - Bab 1 Scene 4

by on December 14, 2012
Scene 4: Love never cheats - Dane Gue memasuki kelas 11 IPA-1. Kelas ini jadi sedikit aneh sekarang. Asing buat gue. Mungkin kare...



Scene 3 : Maaf – Ina

Gue baru aja keluar dari lubang harimau. Gue takut Drey tau semuanya. Tentang suatu perasaan yang gue miliki ke Ega.

Maaf, Drey! Bukan gue maksud jahat sama lo! Tapi gue gak tau kalau gue udah mulai merubah perasaan gue. Maaf!

Gue memasuki kelas ketika gue melihat Al. Gue tau dia sekarang suka sama Drey. Dan gue ingin membantu dia mendapatkan Drey.
Bukan gue jahat, bukan gue ingin bersaing sendirian untuk mendapatkan Ega. Menurut gue, Drey lebih baik berada disamping Al, bukan Ega.

“The truth is I’ve ever loved you.”
Al terkejut sekaligus tertawa. Tapi gue emang serius dengan yang gue bilang.
“Really?”
“He-eh”
Al berhenti tertawa, mencoba membawa keadaan kearah yang lebih serius.
“Lo kan tau, gue...”
“Gue kan gak bilang kalau gue masih suka sama lo. Itu dulu, Al!”
“I know..”
Al menatap gue, lalu ngomong lagi ke gue, “Lo bisa bantuin gue gak?”
“Gue gak bisa bantu lebih selain meyakinkan Drey. Gimanapun, dia tetap sahabat gue, Al!”
Al tersenyum sekilas kearah gue, dan mengangguk refleks–tanda dia menyetujui rencana ini.
“Lo pantas kok dapatin Drey.”

###

EIGHT - Bab 1 Scene 3

by on December 14, 2012
Scene 3 : Maaf – Ina Gue baru aja keluar dari lubang harimau. Gue takut Drey tau semuanya. Tentang suatu perasaan yang gue miliki...


Scene 2 : Try to hate you – Drey

Sejak kapan lo mulai suka sama Ega, Na? Apa sejak gue banyak cerita tentang Ega ke lo? Tapi kenapa lo memilih untuk menyembunyikannya dari gue? Gue bisa terima asal lo bilang sama gue. Gue benci lo seperti ini, Ina!

Gue melihat Ina yang sedang menyapa Dane. Semakin ngeliat dia, semakin gue teringat sama buku itu. Buku yang menyadarkan gue, kalau diam-diam Ina udah nyediain tempat khusus buat Ega dihatinya.
Gak ada yang salah sebenarnya. Tapi dia malah bersembunyi dari semua ini. Berusaha mengatur semuanya agar gue gak tau.
Ina ngeliat gue. Gue berusaha berbalikmenghindar.
“Drey...” Dia memanggil gue. Gue terpaku. Berusaha mengatur nafas kebencian gue setiap ngeliat dia.
Gue berbalik. Berjalan ke arah Ina dan Dane.
“Na...” Gue berusaha tersenyum manis. Tapi emang gue gak bisa pura-pura.
“Drey.. Lo kenapa menghindar dari gue?” Buat beberapa saat, kata-kata seperti ini mampu buat gue terpaku. Gue bingung harus jawab apa ke dia.
“Perasaan lo aja kali, Na! Gue tadi mau balik ke kelas. Tapi gue dengar lo tadi manggil gue. So...” Ina memotong pembicaraan gue, “Iya, gue percaya.”
Gue melirik Dane yang menatap gue curiga. Apaan sih ini anak?
“Kata Al, lo kesepian ya duduk sendirian tanpa gue?”
Dane terlihat cuek, tapi cukup penasaran dengan jawaban gue.
Gue bohong.
“It’s a lie. Cause there’s someone who replaces your possision.”
Gue melirik Ina. Mungkin gue bisa masukin dia dalam kata-kata kebohongan gue.
“Siapa?”
“Ina.” Gue spontan menjawab.
Ina mendelik kearah gue. Gue mengisyaratkan “diam” ke dia. Tapi gue rasa, Dane melihat semuanya.
“Lo gak perlu bohong dengan membawa nama Ina segala. Lo cukup jujur, karena diam-diam gue juga ngerasa sepi duduk tanpa lo.”
Dane beranjak pergi.
Dane.
Gue ngerasa, sebenarnya Dane peduli sama gue. Tapi ...
“Drey... Gue rasa, akhir-akhir ini lo mulai gak suka lihat gue.”
Gue kaget. Dia mulai curiga dan mulai menyelidiki gue.

Emang iya, Na! Gue sedang berusaha membenci lo!

“Gue gak ngerti, Na!”
Ina melihat gue serius.
Jantung gue mulai berdetak gak karuan.
“Lo tau sesuatu tentang perasaan gue?” Ina nanya lagi.

Gue cuma tau lo punya rasa juga buat Ega. Selain itu, cukup privasi karena lo pernah suka sama Al.

“Gue masih berfikir kalok lo tetap nyimpan perasaan yang sama buat Al.” Gue cukup gugup. Karena sulit buat gue untuk bilang gak tau padahal gue jelas-jelas tau.
“Gue... Gue... Gue belum bisa menata perasaan gue sendiri.”
Giliran Ina yang gugup.
Gue tersenyum pahit.

Memepercayai ini sama aja mempercayai kebohongan lo, Ina!

“Drey, gue duluan ya.”
Gue menatap Ina yang menjauh–pergi.
Sekarang, gue malah berfikir untuk memberikan Ega kepada Ina. Tapi ....

###

EIGHT - Bab 1 Scene 2

by on December 13, 2012
Scene 2 : Try to hate you – Drey Sejak kapan lo mulai suka sama Ega, Na? Apa sejak gue banyak cerita tentang Ega ke lo? Tapi kena...

Bab 1 :
How many matters have to change?


Change is the only thing that is constant in this world
                                       Heraclitus

Scene 1 : Apa ada yang berubah semenjak gue pergi? – Dane


“Dane...lo udah balik ?”
Drey terkejut melihat gue ada disini. Gue masih ingat, semester lalu gue mutusin buat pergi ke London. Tepatnya untuk pertukaran pelajar yang gue dapatkan. 

Gue jawab ke dia,
“Seperti yang lo liat .”
Ketika gue mau melanjutkan kalimat gue, Drey sudah kembali dengan pertanyaannya.
“Gimana London?”
Gue menarik nafas berat sambil menatap dia dengan tatapan memohon. Memohon untuk tidak bertanya lagi mengenai London, mengenai pertukaran pelajar yang gue ikuti, juga mengenai cewek yang buat gue harus tampil lebih baik di hadapannya.
“Biasa aja, tapi lebih baik karena disana gak ada cewek cerewet seperti ... lo!”
Gue berjalan lurus. Tidak peduli dengan emosi sesaat Drey. Yang ingin gue temui sekarang hanya Al, sahabat gue sejak SD yang selalu setia berteman sama gue.
Tapi sebelum gue menemukan dia, ternyata dia udah menemukan gue duluan. Dia tersenyum.

“Hei, Dane!” Gue tersenyum sekilas. Sekian lama gue menghilang, dia udah sedikit berubah. Gue menjawab sapaannya,
“Hei, long time no see! Apa kabar lo, Al?”
Senyumnya mulai pudar. Berganti dengan tatapan sinis yang dibuat-buat. Al menjawab pertanyaan kosong gue,
“Lo sebenarnya mau bilang bahwa gue berubah, kan?”
Damn!
Al selalu tau meskipun gue belum bilang. Dasar Al! Apa yang lo gak tau tentang gue?
“Apa ada yang berubah semenjak gue pergi?”
Dia jawab cepat ke gue, “Drey–mungkin.”
Drey? Cewek cerewet itu? Ah..bodoh amat.

“Gue rasa itu gak penting, Al.” Gue spontan menjawab.
Al mengangkat sebelah alisnya–heran melihat gue seperti ini.
“Maksud lo? Drey kan teman kita juga! Terkhusus, dia itu teman sebangku lo. Dia bilang, sepi kalok gak ada lo yang duduk disamping dia!”
Sekarang, giliran gue yang mengangkat sebelah alis gue. Drey? Kesepian? Impossible!
“Hmm okay. So, apa yang lo maksud dengan Drey berubah?”
Jujur, gue sedikit penasaran dengan perubahan Drey.
“Lo ingat kan, Drey pernah janji dia gak akan jatuh cinta sana cowok yang lebih tua setahun dari dia? Gue yakin, lo masih ingat, karena gue juga masih ingat.Tapi pada dasarnya, manusia kalok udah terpancing, gak akan peduli sama yang udah berlalu.” Al menarik nafas sejenak, lalu melanjutkan perkataannya,
“Lo kenal Ega? Anak kelas 12 IPA-I? Ketua tim basket sekolah ini? Dia suka sama Ega, Dane!”
Gue sibuk ber-oh dalam hati.

Drey.
Sebenarnya gak ada yang perlu dipermasalahkan dari semua ini.Sekarang, justru permasalahannya terletak pada Al. Ngapain dia repot-repot ngurusin semua ini? Kalaupun menurut Al, Drey gak nepatin janjinya, Al juga gak rugi. Gue jadi beneran penasaran.
“Gue rasa yang berubah lo, Al!”
Gue belum siap ngomong, Al udah motong kalimat gue.
Dasar!
“Maksud lo?”
“Lo suka sama Drey ya, Al?”
Al tertawa keras. Gue jadi bingung sendiri. Banyak yang aneh semenjak 5 bulan yang lalu. Gue pikir, Al bakal jawab, “Mana mungkin gue suka sama Drey” atau yang lainnya. Yang jelas dengan kata “tidak” tapi,
“Udah sekian lama, lo baru sadar sekarang?”
Gue terkejut. Ngomong apa sih lo, Al? Gue berucap dalam hati.

Al dan Drey.
Sejak kapan Al mulai tertarik dengan Drey?
Gue mau ngomong ketika Al berkomentar,
“Gue pikir lo tau semua tentang gue, termasuk gelagat gue sewaktu gue suka sama cewek. Tapi ternyata, Cuma gue yang tau lo luar dalam.”
Gue menepuk pundak Al. Al lupa atau pura-pura lupa ya?
“I've just got back, man!”
Al mengangkat bahunya—pura-pura tidak tahu. Sejurus kemudian dia menepuk pundak gue dan berkata, “So, what about my challenge to you? Did you get one of them?”
Gue meninju perutnya ringan, “I prefer Indonesian girls than London girls.”

###
                                                 

EIGHT - Bab 1 Scene 1

by on December 09, 2012
Bab 1 : How many matters have to change? Change is the only thing that is constant in this world                            ...