Kamis, 26 Desember 2013. Pukul 23:23

Hari ini, seseorang bersumpah, enggak akan peduli lagi dengan perempuan itu.

Bersumpah berarti lebih dari sekedar berjanji. Bersumpah berarti, dia harus tetap menjadi seperti itu. Bersumpah berarti, dia meyakini apa yang dia ucapkan.
Dan itu berarti, dia mencoba menutup telinga dan hatinya untuk perempuan itu.

Hening. 

Semu.

Palsu.

Dan aku masih sulit percaya.



Someone Who Swears

by on December 26, 2013
Kamis, 26 Desember 2013. Pukul 23:23 Hari ini, seseorang bersumpah, enggak akan peduli lagi dengan perempuan itu. Bersumpah b...

Scene 6 : Irene? - Drey

Gue memperhatikan cewek disamping gue berkali-kali. Cantik sih, tapi buat apa dia nyariin si Dane? Kalok gue tanya, gue bisa dicap melanggar privasi dia lagi. Tapi, sebaliknya, gue penasaran.

“Gue, Irene.” Dia mengulurkan tangannya ke arah gue. Gue memandangi tangannya cukup lama sebelum akhirnya gue tersadar, bahwa gue membuat dia bingung. “Gue, Drey.”

Kok gue jadi kaku gini sih? Biasanya kalok ketemu orang baru gue semangat. Apaan sih gue?

“Lo kok enggak sekolah?” Gue tanya akhirnya sama dia. Masa khusus buat ketemu Dane dia bolos sekolah sih? Segitu pentingnya si Dane?

“Gue dikasi waktu seminggu libur sama sekolah gue setelah pertukaran pelajar di London.”
“Oh, jadi lo ikut pertukaran pelajar juga?”
“Iya.”

Dia menjawab sambil menatap gue lurus. Tatapannya tajam—seperti akan meinvestigasi gue.
“Ada apa?” Gue yang mulai enggak nyaman dengan pandangannya, bertanya dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.
“Enggak apa-apa. Cuma, jangan canggung sama gue. Gue tau lo enggak sependiam ini.”
“Hah? Dane yang cerita?”
Dia tertawa dan membuat gue semakin bingung. She makes me fell she’s weird. “Alis mata lo bilang semuanya. I’ve read, someone who has a thick wide eyebrows is a vibrant personal, active, aggressive and dynamic. Gue menilai lo dengan cara itu. Meskipun gue enggak percaya seutuhnya.”

Gue enggak heran kenapa dia bisa ikut pertukaran pelajar. Dengan cara bicaranya yang intelektual—itu menunjukkan bahwa dia cukup cerdas.
“Thanks for telling me about that. Tapi, harusnya lo tau kan siapa cewek yang ditaksir sama Dane disana? Gue penasaran sih, karena Dane ceritanya setengah-setengah ke gue.”
Raut wajahnya langsung berubah sendu. Senyum yang terukir di sudut bibirnya berubah seketika. Bibirnya dikulum, dan dia memegang dadanya.
“Do I ask you something wrong? I’m sorry. I’m so sorry.”

Gue jadi ngerasa bersalah. Tambah ngerasa bersalah ketika gue menyadari bahwa yang dimaksud Dane itu dia.

“Drey!”

Gue terselamatkan oleh panggilan Dane. Gue berkata sebelum akhirnya gue lari.
“Gue duluan ya, sorry udah buat lo jadi enggak nyaman.”

Sialan. Pasti Dane marah sama gue.


###

EIGHT Bab 2 Scene 6

by on December 15, 2013
Scene 6 : Irene? - Drey Gue memperhatikan cewek disamping gue berkali-kali. Cantik sih, tapi buat apa dia nyariin si Dane? Kalok...

Scene 5 : Melepaskan. Because I’m coward. – Dane


Regents Park & Primrose Hill, 8 Oktober 2013 07:00 PM

Itu harusnya jadi malam terakhir gue di London—dengan akhir yang bahagia. Harusnya ya.

Tapi, di hari itu, seseorang mengacuhkan gue—meskipun dia enggak bilang apa-apa. Rasanya? Biasa aja diawal, tapi akhir-akhir ini, gue merasa sedikit menyesal membiarkannya pergi dan menyesal karena gue pergi tanpa kata-kata yang resmi.

Irene.

Gue enggak mempermasalahkan pikirannya yang menilai gue seburuk itu—gue tau, dia sedang berpikir bahwa kata-kata yang akan gue katakan adalah kata selamat tinggal. Gue enggak butuh berdiri disana lama hanya untuk bilang itu. Karena gue benci menunggu.

Gue juga enggak menyalahkan Irene yang lebih mempercayai apa yang dia pikirkan ketimbang apa yang dia rasakan—dia berhak memilih.

Gue berhasil menyesal karena diri gue sendiri—terlebih, gue terlalu pengecut karena gue melepaskan bahkan sebelum gue mencoba.

“Hei, Dane!”
Gue mendapati Ina menepuk bahu gue ringan. Tersenyum—dan berbasa-basi dengan menjawab panggilannya.
“Ada yang nyari lo. Cewek. Namanya Irene.”
Gue harus menata jantung gue berkali-kali baru gue percaya. Pertanyaannya, gue enggak mimpi kan?
“Irene? Lo becanda?”
“Gue enggak tau siapa Irene dari awal loh, Dane. Masa sih gue lagi becanda? Ngaco lo ah!”
“Dimana?” Kata gue akhirnya.
“Lagi sama Drey. Tadi dia datengin kita berdua.”
“DREY?”

Gue bangkit dari duduk gue. Galau gue selesai seketika. Berganti dengan rasa khawatir yang muncul.
I have to finish everything today. Irene bisa cerita semuanya ke Drey.

###

Scene 4 : Something I believe. Something wrong I gave to him. - Irene

Gue masih ingat hari itu dan enggak pernah ingin lupa. Hari dimana Dane berkata bahwa dia menunggu gue di Regents Park & Primrose Hill, taman di tengah kota London, salah satu tempat raja dan ratu Inggris berlibur dengan kebun binatang indah didalamnya.

Ketika gue bertanya kenapa harus ke tempat itu, dia menjawab,
“Scream out, Ren!” Kemudian dia tertawa. Gue ikut tertawa sejenak sebelum akhirnya menyadari raut wajahnya yang berubah serius.
“There, I have something to say, Ren. Lagian, itu kan tempat yang emang lo pengen banget kunjungi. Kenapa enggak langsung diiyain aja sih? Kalok pake tanya-tanya kan jadi repot!” Ujung-ujungnya, dia berubah nyolot lagi.
Hmmm, padahal ue berharap ada kata-kata yang benar-benar serius akan dia katakan.
“Bukan gitu, Dane. Gue hanya akan ke tempat itu bersama orang yang punya arti lebih di hidup gue.” “Emang gue bukan ya?” Dia menatap sendu ke arah mata gue. Sejurus, gue enggak bisa jawab apa-apa. Hanya bisa bermain dengan pandangan matanya.
“Gue tau kalok gue bukan orang yang punya arti lebih di hidup lo. It means, we’re just a friends who is met in this exchange student, right? Yes, that’s true. But let me say something you have to know, Ren. I’ll wait for you, no matter you come or not.”
Dia pergi meninggalkan gue sendirian. Gue bingung, something I have to know?
Say goodbye, maybe. Mungkin dia hanya akan berkata tentang apa itu perpisahan. Dan kemudian diakhir kalimat, dengan terburu-buru dia berkata, “Dan ini waktunya untuk kita berpisah. Semoga kita bisa bertemu lagi lain waktu dan semoga kita bisa mencapai apa yang menjadi tujuan kita.”

Cut.

Enggak sedramatis itu juga. Setidaknya kami hanya teman, meskipun gue berharap, kami bukan teman.

Gue tersadar dari lamunan gue. Menatap langit-langit dan menyadari bahwa gue ada di sekolahnya Dane sekarang.
Hari itu, gue menemuinya meskipun sedikit terlambat dan mendapati bahwa dia telah ergi.
Gue menyesal, terlebih mempercayai pikiran sesaat gue. I don’t believe my heart—aku mempercayai apa yang aku pikirkan.
Akhir cerita, seperti di film-film gue mengikuti apa yang pikiran gue percayai dan tiba-tiba ngerasa tolol karena gue baru sadar ketika sampai di Regants Park & Primrose Hill. Hari itu, hari dimana gue membuat dia menunggu, hari dimana gue melukainya lebih sakit dari sayatan pisau, hari yang seharusnya gue rayakan setiap bulannya di tanggal yang sama.

Gue mungkin tolol karena bahkan gue enggak sadar, kalok hari itu, Dane ingin memberitahu gue, bahwa dia menyukai gue sejak awal.

Regants Park & Primrose Hill. Bunga mawar membentuk angka 8.
Kenapa harus angka  8? Karena Dane menyukainya.
Gue menemukan sepucuk surat di pinggir danau.

"Lo tau? Gue suka angka 8-sangat suka. Dan seperti gue menyukai angka 8 itu, gue menyukai seseorang yang punya arti lebih di hidup gue. Irene, will you be my eight?"

Damn!
I will, Dane.

Sejurus, gue mendapati dada gue sesak.

###

EIGHT - Bab 2 Scene 4

by on December 14, 2013
Scene 4 : Something I believe. Something wrong I gave to him. - Irene Gue masih ingat hari itu dan enggak pernah ingin lupa. Hari ...