Semakin dewasa, kita akan lebih menyadari.
Memang benar mungkin, awal pertemuan takkan tampak seseorang itu seperti apa. Ibarat kulit bawang, awal pertemuan mungkin adalah lapisan pertama. Untuk dapat mengenal pedasnya, butuh dibuka lapisan-lapisan berikutnya. Semakin lama semakin pedas—matamu mulai berair. Tapi dengan begitu, kita benar-benar bisa menikmati rasanya bawang.
Seperti itulah kita mengenal manusia.
Akan ada banyak sifatnya yang kita ketahui. Yang baik maupun yang buruk. Semakin lama semakin sakit, karena akan begitu banyak kenyataan yang seperti roller coster—mengguncang tiap bagian tubuhmu.
Awalnya mungkin kita masih nyaman untuk memahami.
"Oh, begitu pedasnya bawang."
Lalu kita menutupi mata kita, mengeluarkan air mata, dan menjauhkan bawang itu dari pandangan. Tapi lama-kelamaan, cara kita menyangkal luka sudah habis. Sampai pada lapisan bawang terakhir, yang membawa luka itu semakin perih.
Akhir cerita si bawang?
Itu terserah sang pengupas.
Bisa saja dilemparkannya bawang itu—menyerah pada keadaan karena matanya sudah terlalu perih.
Tapi bisa saja akhir yang lain yang kita ciptakan.
Tetap bertahan, karena pada akhirnya kita mendapat apa yang kita harapkan.
Kalau saya? :)
Picture is taken from: http://thedailyquotes.com/people-youll-never-see-again/
Opini: Analogi Bawang dan Manusia
by
Rifqah Azzahra
on
November 27, 2017
Semakin dewasa, kita akan lebih menyadari. Memang benar mungkin, awal pertemuan takkan tampak seseorang itu seperti apa. Ibarat kulit...