EIGHT - Bab 1 Scene 1


Bab 1 :
How many matters have to change?


Change is the only thing that is constant in this world
                                       Heraclitus

Scene 1 : Apa ada yang berubah semenjak gue pergi? – Dane


“Dane...lo udah balik ?”
Drey terkejut melihat gue ada disini. Gue masih ingat, semester lalu gue mutusin buat pergi ke London. Tepatnya untuk pertukaran pelajar yang gue dapatkan. 

Gue jawab ke dia,
“Seperti yang lo liat .”
Ketika gue mau melanjutkan kalimat gue, Drey sudah kembali dengan pertanyaannya.
“Gimana London?”
Gue menarik nafas berat sambil menatap dia dengan tatapan memohon. Memohon untuk tidak bertanya lagi mengenai London, mengenai pertukaran pelajar yang gue ikuti, juga mengenai cewek yang buat gue harus tampil lebih baik di hadapannya.
“Biasa aja, tapi lebih baik karena disana gak ada cewek cerewet seperti ... lo!”
Gue berjalan lurus. Tidak peduli dengan emosi sesaat Drey. Yang ingin gue temui sekarang hanya Al, sahabat gue sejak SD yang selalu setia berteman sama gue.
Tapi sebelum gue menemukan dia, ternyata dia udah menemukan gue duluan. Dia tersenyum.

“Hei, Dane!” Gue tersenyum sekilas. Sekian lama gue menghilang, dia udah sedikit berubah. Gue menjawab sapaannya,
“Hei, long time no see! Apa kabar lo, Al?”
Senyumnya mulai pudar. Berganti dengan tatapan sinis yang dibuat-buat. Al menjawab pertanyaan kosong gue,
“Lo sebenarnya mau bilang bahwa gue berubah, kan?”
Damn!
Al selalu tau meskipun gue belum bilang. Dasar Al! Apa yang lo gak tau tentang gue?
“Apa ada yang berubah semenjak gue pergi?”
Dia jawab cepat ke gue, “Drey–mungkin.”
Drey? Cewek cerewet itu? Ah..bodoh amat.

“Gue rasa itu gak penting, Al.” Gue spontan menjawab.
Al mengangkat sebelah alisnya–heran melihat gue seperti ini.
“Maksud lo? Drey kan teman kita juga! Terkhusus, dia itu teman sebangku lo. Dia bilang, sepi kalok gak ada lo yang duduk disamping dia!”
Sekarang, giliran gue yang mengangkat sebelah alis gue. Drey? Kesepian? Impossible!
“Hmm okay. So, apa yang lo maksud dengan Drey berubah?”
Jujur, gue sedikit penasaran dengan perubahan Drey.
“Lo ingat kan, Drey pernah janji dia gak akan jatuh cinta sana cowok yang lebih tua setahun dari dia? Gue yakin, lo masih ingat, karena gue juga masih ingat.Tapi pada dasarnya, manusia kalok udah terpancing, gak akan peduli sama yang udah berlalu.” Al menarik nafas sejenak, lalu melanjutkan perkataannya,
“Lo kenal Ega? Anak kelas 12 IPA-I? Ketua tim basket sekolah ini? Dia suka sama Ega, Dane!”
Gue sibuk ber-oh dalam hati.

Drey.
Sebenarnya gak ada yang perlu dipermasalahkan dari semua ini.Sekarang, justru permasalahannya terletak pada Al. Ngapain dia repot-repot ngurusin semua ini? Kalaupun menurut Al, Drey gak nepatin janjinya, Al juga gak rugi. Gue jadi beneran penasaran.
“Gue rasa yang berubah lo, Al!”
Gue belum siap ngomong, Al udah motong kalimat gue.
Dasar!
“Maksud lo?”
“Lo suka sama Drey ya, Al?”
Al tertawa keras. Gue jadi bingung sendiri. Banyak yang aneh semenjak 5 bulan yang lalu. Gue pikir, Al bakal jawab, “Mana mungkin gue suka sama Drey” atau yang lainnya. Yang jelas dengan kata “tidak” tapi,
“Udah sekian lama, lo baru sadar sekarang?”
Gue terkejut. Ngomong apa sih lo, Al? Gue berucap dalam hati.

Al dan Drey.
Sejak kapan Al mulai tertarik dengan Drey?
Gue mau ngomong ketika Al berkomentar,
“Gue pikir lo tau semua tentang gue, termasuk gelagat gue sewaktu gue suka sama cewek. Tapi ternyata, Cuma gue yang tau lo luar dalam.”
Gue menepuk pundak Al. Al lupa atau pura-pura lupa ya?
“I've just got back, man!”
Al mengangkat bahunya—pura-pura tidak tahu. Sejurus kemudian dia menepuk pundak gue dan berkata, “So, what about my challenge to you? Did you get one of them?”
Gue meninju perutnya ringan, “I prefer Indonesian girls than London girls.”

###
                                                 

No comments:

Post a Comment