Bab 1 :
How many matters have to change?
Change is the only thing that is
constant in this world
Heraclitus
Scene 1 : Apa ada yang berubah semenjak
gue pergi? – Dane
“Dane...lo
udah balik ?”
Drey
terkejut melihat gue ada disini. Gue masih ingat, semester lalu gue mutusin
buat pergi ke London. Tepatnya untuk pertukaran pelajar yang gue dapatkan.
Gue
jawab ke dia,
“Seperti
yang lo liat .”
Ketika
gue mau melanjutkan kalimat gue, Drey sudah kembali dengan pertanyaannya.
“Gimana
London?”
Gue
menarik nafas berat sambil menatap dia dengan tatapan memohon. Memohon untuk
tidak bertanya lagi mengenai London, mengenai pertukaran pelajar yang gue
ikuti, juga mengenai cewek yang buat gue harus tampil lebih baik di hadapannya.
“Biasa
aja, tapi lebih baik karena disana gak ada cewek cerewet seperti ... lo!”
Gue
berjalan lurus. Tidak peduli dengan emosi sesaat Drey. Yang ingin gue temui
sekarang hanya Al, sahabat gue sejak SD yang selalu setia berteman sama gue.
Tapi
sebelum gue menemukan dia, ternyata dia udah menemukan gue duluan. Dia
tersenyum.
“Hei,
Dane!” Gue tersenyum sekilas. Sekian lama gue menghilang, dia udah sedikit
berubah. Gue menjawab sapaannya,
“Hei,
long time no see! Apa kabar lo, Al?”
Senyumnya
mulai pudar. Berganti dengan tatapan sinis yang dibuat-buat. Al menjawab
pertanyaan kosong gue,
“Lo
sebenarnya mau bilang bahwa gue berubah, kan?”
Damn!
Al
selalu tau meskipun gue belum bilang. Dasar Al! Apa yang lo gak tau tentang gue?
“Apa
ada yang berubah semenjak gue pergi?”
Dia
jawab cepat ke gue, “Drey–mungkin.”
Drey?
Cewek cerewet itu? Ah..bodoh amat.
“Gue
rasa itu gak penting, Al.” Gue spontan menjawab.
Al
mengangkat sebelah alisnya–heran melihat gue seperti ini.
“Maksud
lo? Drey kan teman kita juga! Terkhusus, dia itu teman sebangku lo. Dia bilang,
sepi kalok gak ada lo yang duduk disamping dia!”
Sekarang,
giliran gue yang mengangkat sebelah alis gue. Drey? Kesepian? Impossible!
“Hmm
okay. So, apa yang lo maksud dengan Drey berubah?”
Jujur,
gue sedikit penasaran dengan perubahan Drey.
“Lo
ingat kan, Drey pernah janji dia gak akan jatuh cinta sana cowok yang lebih tua
setahun dari dia? Gue yakin, lo masih ingat, karena gue juga masih ingat.Tapi
pada dasarnya, manusia kalok udah terpancing, gak akan peduli sama yang udah
berlalu.” Al menarik nafas sejenak, lalu melanjutkan perkataannya,
“Lo
kenal Ega? Anak kelas 12 IPA-I? Ketua tim basket sekolah ini? Dia suka sama
Ega, Dane!”
Gue
sibuk ber-oh dalam hati.
Drey.
Sebenarnya
gak ada yang perlu dipermasalahkan dari semua ini.Sekarang, justru permasalahannya
terletak pada Al. Ngapain dia repot-repot ngurusin semua ini? Kalaupun menurut
Al, Drey gak nepatin janjinya, Al juga gak rugi. Gue jadi beneran penasaran.
“Gue
rasa yang berubah lo, Al!”
Gue
belum siap ngomong, Al udah motong kalimat gue.
Dasar!
“Maksud
lo?”
“Lo
suka sama Drey ya, Al?”
Al
tertawa keras. Gue jadi bingung sendiri. Banyak yang aneh semenjak 5 bulan yang
lalu. Gue pikir, Al bakal jawab, “Mana mungkin gue suka sama Drey” atau yang
lainnya. Yang jelas dengan kata “tidak” tapi,
“Udah
sekian lama, lo baru sadar sekarang?”
Gue
terkejut. Ngomong apa sih lo, Al? Gue berucap dalam hati.
Al
dan Drey.
Sejak
kapan Al mulai tertarik dengan Drey?
Gue
mau ngomong ketika Al berkomentar,
“Gue
pikir lo tau semua tentang gue, termasuk gelagat gue sewaktu gue suka sama
cewek. Tapi ternyata, Cuma gue yang tau lo luar dalam.”
Gue
menepuk pundak Al. Al lupa atau pura-pura lupa ya?
“I've
just got back, man!”
Al
mengangkat bahunya—pura-pura tidak tahu. Sejurus kemudian dia menepuk pundak
gue dan berkata, “So, what about my challenge to you? Did you get one of them?”
Gue
meninju perutnya ringan, “I prefer Indonesian girls than London girls.”
###
No comments:
Post a Comment