Opini: Sang Ahli
Jadi suatu ketika Doni bertemu seorang teman—namanya Amin. Amin
merupakan mahasiswa Biologi di Universitas X. Setiap malam, Amin selalu
mengulang mata kuliah yang dipelajarinya di kampus. Amin belajar dari malam
sampai pagi. Alhasil, nilai yang didapatkannya di kampus pun memuaskan dan
membanggakan. Jadilah si Amin dijuluki dengan “tuhan” Biologi oleh teman-teman
kampusnya.
Di lain fakultas, Doni mempunyai teman bernama Budi. Budi merupakan mahasiswa Ilmu Ekonomi di universitas yang sama seperti
Doni dan Amin. Ternyata, Amin dan Budi saling
mengenal karena mereka datang dari kampung yang sama. Alhasil, ketika Doni mengajak Amin untuk bertemu Budi, mereka berdua sudah tidak canggung dan
bercengkrama satu sama lain.
Budi pun sama dengan Amin. Dia belajar banyak hal mengenai Ekonomi, baik Ekonomi makro maupun Ekonomi mikro. Selain belajar, Budi juga
menyempatkan diri berorganisasi, mengikuti kepanitiaan, serta mengikuti
berbagai perlombaan di bidangnya. Dia dijuluki “sang ahli” oleh teman-temannya.
Doni sendiri merupakan mahasiswa Kimia yang tidak terlalu
mengerti mengenai Biologi dan pengetahuannya tentang Ekonomi juga sangat dasar.
Suatu saat, Doni mengajak Budi dan Amin untuk bertemu. Sekedar
ngobrol dan bertukar pikiran di selasar gedung IX Fakultas Ilmu Budaya. Awalnya,
seperti biasa mereka mengobrol mengenai kesibukan mereka, mengenai kuliah mereka yang
hampir memasuki semester 5, serta mengenai kehidupan di departmen mereka masing-masing. Yah, obrolan biasa yang dilontarkan ketika bertemu seorang
teman.
Lalu tiba-tiba, spontan Budi bertanya kepada Amin mengenai
salah satu sub tema mata kuliah Biologi. Anggap saja mengenai biodiversitas.
Budi mengklaim bahwa penebangan hutan tidak akan menyebabkan
biodiversitas rusak. Baginya, penebangan hutan bertujuan baik—untuk menumbuhkan
kembali hutan tersebut dengan spesies baru yang dapat menghasilkan profit yang
lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan pohon-pohon yang ada di hutan
saat ini.
Amin mengerutkan dahi. Dari segi Ekonomi, mungkin memang
benar lahan tersebut dapat menghasilkan profit yang lebih besar. Namun dari
segi Biologi, itu tetap saja merusak biodiversitas. Spesies yang ditanami pada
lahan tersebut adalah spesies yang sama, yang akan dipanen tiga bulan atau
empat bulan setelahnya tanpa adanya keanekaragaman lain yang muncul. Itu sama
saja dengan merusak ekosistem, jenis, dan gen pohon sebelumnya.
Budi keukeh dengan pernyataannya sambil mencoba menjelaskan dengan konsep ekonomi yang Doni dan Amin tak mengerti. Dia menambahkan, bahwa
nilai ekonomis jauh lebih penting untuk warga negara saat ini. Untuk apa ada
biodiversitas, jika warga negara tak
bisa merasakan manfaatnya secara nyata—secara ekonomis dapat dinikmati
hasilnya. Biodiversitas adalah konsep yang salah total, tutup Budi.
Untuk pertama kalinya, Amin geram dengan perilaku Budi. Budi
telah mengklaim suatu konsep salah, padahal konsep tersebut adalah pasti dan
tidak dapat diganggu gugat. Bagaimana bisa Budi mengatakan sesuatu yang
berdampak buruk sebagai suatu kebenaran? Sudah jelas-jelas dilarang? Terlebih,
Budi bukanlah seorang yang mumpuni dalam bidang tersebut.
Dengan amarahnya, Amin meninggalkan Budi. Doni yang tidak
mengerti memilih diam dan meninggalkan Budi sendirian —mengikuti Amin.
Begitulah hari itu berlalu tanpa menemukan jalan keluar.
Doni tidak pernah mengajak keduanya bertemu kembali. Bagi Doni,
itu sama saja seperti menaruh bom kecil diantara keduanya. Tapi sebenarnya...
Amin pantas marah. Budi, bukan seorang Biologi tapi
berbicara seolah-olah Budi mengerti Biologi. Amin pantas geram, Budi mencoba
membenarkan sesuatu yang sudah jelas-jelas salah. Bahkan Amin pun pantas untuk
mendebatkannya, karena Budi mencoba mempengaruhi orang lain untuk memiliki
pola pikiran sama seperti dirinya.
Tapi, Amin memilih pergi. Karena baginya, Budi dan pola
pikirnya tak bisa dilawan hanya dengan kata-kata.
Doni menyesali “diam” yang dilakukannya. Doni sadar, seorang
ahli sekalipun tak pantas berbicara sesuatu, terkhusus mengenai bidang yang tak
diahlikannya. Bagaimana jika suatu saat terjadi, seorang ahli kimia menggantikan seorang jaksa dan mengklaim bahwa seseorang bersalah? Seorang ahli
kimia bukan jaksa yang mempelajari berbagai hukum negara dan mengerti
mengenai pasal-pasal dalam UUD 1945.
Begitupun Budi. Julukannya adalah “sang ahli” Ekonomi, maka
harusnya Budi cukup berbicara “sombong” tentang ilmu yang dipelajarinya.
Biarkanlah Amin sebagai “tuhan” Biologi, yang mengajarkan Budi mengenai “kesombongannya” terhadap ilmu Biologi.
Harusnya, cukup begitu saja. Agar tak ada salah paham,
bahkan berujung pertengkaran.
Teruntuk,
Siapa saja yang mengerti.
Picture is taken from: http://www.picturequotes.com/to-talk-without-thinking-is-to-shoot-without-aiming-quote-20331
No comments:
Post a Comment